Banyak hal yang tidak kita inginkan tiba-tiba datang menimpa. Hal
tersebut sering menyebabkan tertekannya perasaan yang berujung pada
penderitaan. Salah satunya adalah penyakit. Ya, saat-saat kita ditimpa
sakit. Adalah lazim bila sebagian kita jatuh mengeluh tatkala sakit.
Tubuh lunglai, wajah kuyu, dan pudar cahayanya.
Sebenarnya, yang
paling berbahaya adalah bila kita tidak bisa memenej pikiran dengan
baik. Biasanya menerawang jauh, realitas yang ada didramatisasi,
segalanya dipersulit, hingga makin parah dan menegangkan. Orang yang
terkena gejala tumor misalnya, akan menjadi sengsara jika yang menjadi
buah pikirannya adalah sesuatu yang lebih mengerikan dari kondisi
sebenarnya. Ah, jangan-jangan tumor ganas. Bagaimana kalau merambat ke
seluruh tubuh, sehingga harus dioperasi? Lalu, bagaimana kalau
operasinya gagal? Belum lagi biayanya yang pasti akan sangat mahal. Bila
hal ini terjadi, maka orang tersebut akan jauh lebih menderita daripada
kenyataan sebenarnya.
Hal ini terjadi karena kesalahan cara
berpikir. Ia belum paham terhadap hikmah dari sakit yang menimpa,
sehingga salah dalam menyikapinya. Hasilnya jelas, rugi dunia akhirat.
Sikap semacam ini harus kita buang jauh-jauh. Memang benar kita harus
sehat. Sebab dengan badan sehatlah gerak hidup menjadi lancar. Kalau pun
tubuh kita harus sakit, suatu saat nanti, maka hati kita harus tetap
berfungsi dengan baik.
Bagaimana menyiasatinya?
Pertama,
yakin bahwa hidup akan selalu dipergilirkan. Mungkin sekarang kita
sehat, tapi esok hari kita sakit. Ini sebuah keniscayaan. Allah SWT
berfirman, “Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS
Al-Baqarah [2]: 155).
Kedua, yakin bahwa semua yang terjadi ada
dalam genggaman Allah SWT. Difirmankan, “Kepunyaan Allah-lah apa yang
ada di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu
berada di dalamnya (sekarang) dan (mengetahui pula) hari (saat manusia)
dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang
telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS
An-Nuur [24]: 64).
Alam semesta berikut isinya benar-benar milik
Allah SWT. Dialah yang menciptakan, mengatur dan mengurusnya setiap
saat. Sedangkan kita, jangankan membuat, menggambarnya saja tidak mampu.
Sekali lagi, semuanya ada dalam genggaman Allah SWT. Dia kuasa
melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa dapat dicegah, ditolak
dan dihalangi. Begitu pula kalau Allah menghendaki kita sakit. Sangat
wajar, karena tubuh kita adalah milik Allah SWT. Kenapa kita harus putus
asa? Ibarat seseorang menitipkan baju kepada kita. Kalau suatu saat
diambil, kurang layak bila kita menahannya.
Ketiga, yakin bahwa
Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana. Dia Maha Ttahu akan kadaan tubuh
kita. Semua yang ditimpakan kepada kita sudah diukur dengan sangat
sempurna dan mustahil “overdosis”. Difirmankan, “Allah SWT tidak akan
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapatkan pahala dari kebaikan yang diusahakannya dan mendapat siksa
dari kejahatan yang dikerjakannya.” (QS Al-Baqarah [2]: 286).
Karena
itu, sangat tidak tepat bila kita membebani pikiran dengan
mendramatisasi masalah apalagi sampai berburuk sangka kepada Allah SWT.
Tentu, akan lebih baik bila kita kerahkan segala potensi yang ada untuk
meraih hikmah di balik semua kejadian.
Sahabat, bila kita telah
memahami hikmahnya, sakit bisa kita nikmati sebagai ujian kesabaran
serta sarana pengugur dosa-dosa kita. Bukankah kita selalu merindukan
ampunan-Nya? Inilah salah satu bentuk pengabulan doa kita tersebut.
Rasulullah
SAW bersabda, “Ketika seseorang ditimpa penderitaan (sakit), maka Allah
mengutus dua malaikat kepadanya. Dia berfirman, ‘Dengarkanlah apa kata
hamba-Ku ketika ditengok orang-orang’. Jika ia mengucapkan
alhamdulillah, maka Allah berfirman kepada dua malaikat tersebut,
‘Sampaikanlah kepadanya, jika Aku mematikannya karena penyakitnya, maka
ia pasti masuk syurga; dan jika Aku sembuhkan, maka pasti daging dan
darahnya akan Aku ganti dengan yang lebih baik dari asalnya, serta Aku
jadikan penderitaan (penyakitnya) sebagai penebus dosa-dosanya.” (HR Al
Faqih).
Hikmah lainnya, sakit bisa dijadikan sebagai sarana
tafakur. Dengan sakit, kita dapat terhindar dari kemaksiatan yang
mungkin akan kita lakukan ketika sehat. Kita menjadi insyaf akan penting
dan mahalnya harga kesehatan yang seringkali kita sia-siakan.
Sakit
pun bisa menjadi jalan rezeki bagi dokter dan petugas kesehatan,
sekaligus menjadi ladang amal bagi mereka bila ikhlas. Sedangkan bagi
kita, berobat jadi ladang pahala ikhtiar. Soal sembuh tidaknya, serahkan
kepada Allah semata. Pahala ikhtiar akan kita dapatkan sepanjang
ikhtiar yang kita lakukan sesuai ketentuan-Nya. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar